facebook

Pages

Kamis, 13 Januari 2011

hidup yang sesungguhnya


Hampir kebanyakan orang belum mengenal atau mengerti tentang apa itu arti hidup yang sebenarnya.Banyak orang tidak paham untuk apa ia hidup didunia ini, sehingga kehidupannya bebas tanpa batas seperti yang kita lihat dalam masyarakat Barat atau dinegara kita sendiri. Mereka biasa berhubungan seksual tanpa melewati pernikahan, mengambil harta yang bukan haknya, membunuh, menipu, merampok, berpakaian telanjang, makan dan minum yang haram.

Menurut saya Orang-orang seperti diatas disebut tidak memahami arti hidup. Bagaimana seseorang mampu memahami arti hidup?, maka ia harus mampu memecahkan tiga persoalan mendasar berikut:

Dari mana saya berasal?
Untuk apa saya hidup didunia ini?
Kemana saya setelah mati?
Darimana saya berasal?

Ini merupakan pertanyaan yang wajar dan sesuai dengan fitrah manusia, bahkan seorang anak kecil-pun akan bertanya dari mana ia sebelum dilahirkan dan paling-paling ibunya menjawab bahwa ia berasal dari perut ibunya. Tetapi kita sebagai manusia dewasa yang berakal tentu tidak akan puas dengan jawaban dari perut ibu kita, untuk itu Sang Maha Pencipta telah memberikan informasi tentang keberadaan kita melalui wahyu-Nya yang tercantum dalam Al-Quran.

Dan banyak ayat dan hadist lain yang menjelaskan bahwa Allah swt yang menciptakan kita, perkawinan, kehamilan dan kelahiran merupakan perantara saja dari proses penciptaan manusia oleh Allah swt.
Untuk apa saya hidup didunia ini?

Allah swt secara tegas menyatakan bahwa Ia menciptakan kita semata-mata untuk menyembah-Nya, artinya menjalankan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Seorang manusia pada saat mencapai baligh, maka semua hukum syara’ (syari’at Islam) terbebani kepada dirinya (taklif). Ia harus tahu perintah yang harus dilakukan dan larangan yang harus ditinggalkan. Setiap gerak langkahnya harus diukur dari kacamata syari’at, dia wajib menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat dan haji, kewajiban sebagai suami dan istri, kewajiban menutup aurat, makanan yang halal, menghindari mengambil yang bukan haknya (suap, komisi, dan lain-lain.), tidak mengambil riba, kewajiban da’wah, jihad, dan lain-lain.

Mereka bisa saja mengaku beragama Islam tetapi tidak menjalankan perintah agama, bahkan ibadah ritual seperti: shalat, puasa, zakat dan haji-pun tidak dilakukan. Padahal Islam tidak sebatas ibadah ritual semata, Islam mengatur seluruh sisi kehidupan kita, seperti: sistem sosial (mu’amalah), ekonomi (iqtishadi), politik (siyasah), peradilan dan sanksi (‘uqubat), dan lain-lain.

Syari’at Islam melalui Al-Quran dan sunnah tidak akan melewatkan satu hal-pun dalam mengatur kehidupan manusia, karena aturan tersebut datang dari Sang Maha Pencipta yang tahu persis kebutuhan manusia dari dulu, sekarang dan akan datang.

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian (Al-Maidah 3).

Mereka yang memahami arti hidup maka setiap gerak langkahnya dalam mengarungi kehidupan selalu mengacu kepada syari’at, ia akan selalu berhati-hati dalam berbuat, lebih baik menunda sejenak dalam berbuat sebelum ia tahu persis apakah hal tersebut halal atau haram. Inilah manusia yang bertaqwa dan akan selamat dalam menempuh kehidupan dunia serta beruntung diakhirat nanti.

Orang-orang yang mengabaikan syari’at Allah swt, merekalah orang yang merugi karena mereka telah mengorbankan kehidupan akhirat yang abadi dengan mengutamakan kehidupan dunia yang sementara. Rasulullah saw menganalogikan kehidupan dunia “Bagaikan berteduh sejenak dibawah pohon (dunia) dalam menempuh perjalanan panjang yang abadi (akhirat)”. Kehidupan dunia bagaikan senda gurau belaka yang menyilaukan dan seharusnya akhiratlah tujuan utama kita.

Hai orang-orang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (Al-Munafiqun 9).

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda-gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Al-An’am 32).

Adapun orang yang melampui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya (An-Nazi’at 37-41).
Kemana saya setelah mati?

Setiap jiwa pasti mati dan jika sudah tiba saatnya (ajal) tidak akan dimajukan atau dimundurkan sedetik-pun, saat inilah sudah terlambat untuk bertaubat.

Dan bagi setiap umat ada ajalnya. Apabila ajal itu sudah datang tidak dapat mereka meminta diundurkan atau dimajukan sesaat juapun (Al-A’raf 34).

Dia berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku beramal dahulu untuk hidupku ini” (Al-Fajr 24).

Ketika kita dibangkitkan diakhirat nanti, semua yang kita lakukan didunia akan dihisab satu persatu, tidak terkecuali, dosa kecil maupun besar, pahala kecil maupun besar. Keputusannya hanya dua syurga atau neraka.

Tiap-tiap jiwa akan dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya (Al-Mudatsir 38).

Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), tentu kami tidak termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala ini” (Al-Mulk 10).

Akhirul kalam, jika kita memahami arti hidup maka kita harus mengutamakan kehidupan akhirat karena dunia ini persinggahan sementara dari perjalanan panjang kehidupan kita. Kehidupan dunia harus digunakan untuk menyiapkan bekal sebanyak mungkin untuk kehidupan abadi diakhirat nanti.

Wallahua’lam,